Irritable Bowel Disease

Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah salah satu penyakit gastrointestinal fungsional. Pengertian Irritable Bowel Disease (IBS) sendiri adalah adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gngguan organik. Gejala yang dapat muncul pada pasien IBS cukup bervariasi. Di sisi lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien IBS tidak ada, oleh karena itu penegakan diagnosis IBS kadangkala tidak mudah. Kejadian dari IBS mencapai 15% dari penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS mencapai 15% dari penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS  bisa mencapai 3,6 - 21,8 dari jumlah penduduk dengan rata-rata 11%.

Etiologi
   Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu faktor saja. Penelitian-penelitian terakhir mengarah untuk membuat suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain gangguan motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensoris, abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas viseral dan pasca infeksi usus.
   Adanya IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi menunjukkan bahwa pada IBS terjadi suatu perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit di kolon dan usus halus. Sedang pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya waktu transit di kolon dan usus halus.
   IBS yang terjadi pasca infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS. Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS pasca infeksi antara lain virus, giardia, dan amoeba. Pasien IBS pasca infeksi biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.




Kriteria Diagnosis
   Diagnosis IBS sendiri didasarkan konsensus atau kesepakatan yang tervalidasi dan tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menentukan diagnosis dari IBS tersebut. Saat ini kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Rome III yang dipublikasika sejak tahun 2006. Kriteria ini didasarkan pada adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang telah berlangsung sedikitnya selama 3 hari /bulan selama 3 bulan pertama dan telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara kelainan struktur maupun biokimiawi.
   Nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang dirasakan oleh pasien dengan IBS biasanya selalu membawa pasien tersebut untuk mencarikan pertolongan dan tentunya hal ini akan mengurangi kualitas hidup dari pasien itu sendiri dan cenderung menjadi tidak produktif. Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, keluhan diare ini tentunya tidak menyenangkan. Keluhan konstipasi yang juga menjadi keluhan utama pasien IBS tipe konstipasi biasanya disertai oleh kembung serta rasa nyaman di ulu hati.
   Setelah melakukan anamnesis yang lengkap dan mencocokkan dengan kriteria yang ada dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah perifer lengkap, biokimia darah serta pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan hormon tiroid pada pasien dengan gejala diare kronisnya yang menonjol. Diagnosis IBS ditegakkan jika keluhan sesuai kriteria Rome III tidak ditemukan kelainan organik lain. Sebagian besar kasus yang telah memenuhi kriteria Rome III tanpa gejala alarm seperti yang disebutkan di atas biasanya tidak ditemukan kelainan struktural. Pada pasien IBS dengan dominasi keluhan diare pemeriksaan kolonoskopi diikuti biopsi mukosa kolon perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kolitis mikroskopik.
   Selain kriteria Rome III, secara praktis sering juga digunakan kriteria Manning yang lebih sederhana dan menitik beratkan pada keadaan onset nyeri antara lain adanya buang air besar yang cair dan peningkatan frekuensi buang air besar saat timbulnya nyeri. Dari masing-masing gejala yang terdapat pada kriteria Manning sebenarnya mempunyai interpretasi masing-masing. Adanya feses cair disertai frekuensi defekasi yang meningkat pada saat nyeri menginterpretasikan bahwa terjadi perubahan fungsi intestinal. Sedang adanya nyeri yang berkurang setelah defekasi menunjukkan bahwa nyeri berasal dari gastrointestinal bawah. Adanya kembung menunjukkan bahwa kondisi sakit ini agaknya bukan kelainan organik. Adanya rasa tidak lampias menginterpretasikan bahwa rektum irritable. Sedang adanya lendir pada saat defekasi menunjukkan bahwa rektum teriritasi.

Differential Diagnosis
   Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai differential diagnosis dari IBS karena penyakit-penyakit ini juga mempunyai gejala yang lebih kurang sama seperti IBS. Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan untuk mencari penyebab nyeri perut dan dihubungkan dengan kemungkinan IBS sebagai penyebab.
   Pada IBS diare sering dideferensial diagnosis dengan defisiensi laktase. Kelainan lain yang juga harus difikirkan adalah kanker kolorektal, divertikulitis, inflammatory bowel disease (IBD), obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, iskemia dan malabsorpsi serta endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.
   Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus ke arah suatu penyakit organik dari pada IBS yaitu antara lain onset umur lebih besar dari 55 tahun, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, perjalanan penyakitnya progresif atau sangat berat, gejala-gejala timbul pada malam hari, perdarahan per anus, anoreksia, berat badan turun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan misal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain gejala-gejala IBS maka penyebab organik harus dipikirkan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain harus segera dilakukan.

TataLaksana
   Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi modifikasi diet, intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obat-obatan mempunyai efek samping dan yang juga akan memperburuk kondisi psikis pasien.
   Diet. Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Di sisi lain pada pasien dengan IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga disertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olahraga rutin.
   Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya IBS pada beberapa psien oleh karena itu harus dihindarkan. Beberapa makanan dan minuman yang sering mencetuskan IBS antara lain gandum, susu, kafein, bawang, coklat atau beberapa sayuran. Jika keluhan menghilang setelah menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai pencetus bisa dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah 3 bulan dengan jumlahnya yang diberikan secara bertahap.
 


































Carpal Tunnel Syndrome

Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah neuropati tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).
Carpal Tunnel Syndrome adalah suatu neuropati yang sering ditemukan, biasanya unilateral pada tahap awal dan dapat menjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala sensorik walaupun pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik (tingling) pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul kapan saja dan di mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali gejala yang pertama timbul di malam hari yang menyebabkan penderita terbangun dari tidurnya. 
Sebagian besar penderita biasanya baru mencari pengobatan setelah gejala yang timbul berlangsung selama beberapa minggu. Kadang-kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat mengurangi gejalanya, tetapi bila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara progresif dan semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan penderita akan penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain seperti "reumatik".
 
Anatomi
Nervus Medianus melewati suatu terowongan pada pergelangan tangan  untuk mempersarafi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis.
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus.
Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut.



 
Definisi
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy Carpal Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah Carpal Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938.
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
 
Patogenesis
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari Carpal Tunnel Syndrome. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. Umumnya Carpal Tunnel Syndrome terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural.
Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam hari dan/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada Carpal Tunnel Syndrome akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut.
Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.

Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah Carpal Tunnel Syndrome.


Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk. Carpal Tunnel Syndrome
Pada kasus yang lain etiologinya adalah  :
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN ( hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.
4.. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout.
6. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroid, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10.Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stress
12. Inflamasi
      Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome

 
Gejala Klinis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari  dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan .

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. 

Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita Carpal Tunnel Syndrome pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus.
 
Diagnosa
Diagnosa Carpal Tunnel Syndrome ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik).
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus Carpal Tunnel Syndrome.
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
3. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi Carpal Tunnel Syndrome belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.


Terapi
Selain ditujukan langsung terhadap Carpal Tunnel Syndrome terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi Carpal Tunnel Syndrome dibagi atas 2 kelompok, yaitu :
1. Terapi langsung terhadap Carpal Tunnel Syndrome.
a. Terapi konservatif.
1. Istirahatkan pergelangan tangan.
2. Obat anti inflamasi non steroid.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab Carpal Tunnel Syndrome adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar  
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif.
Tindakan operasi pada Carpal Tunnel Syndrome disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada Carpal Tunnel Syndrome bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi Carpal Tunnel Syndrome dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.. Beberapa penyebab Carpal Tunnel Syndrome seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.
  • Flick's sign.

Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa. Carpal Tunnel Syndrome Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

  •  Thenar wasting.

Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

  • Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

  • Wrist extension test.

  • Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti, Carpal Tunnel Syndrome maka tes ini menyokong diagnosa. Carpal Tunnel Syndrome

  • Phalen's test.

Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti Carpal Tunnel Syndrome, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome.

  • Torniquet test.

Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti Carpal Tunnel Syndrome, tes ini menyokong diagnosa.

  • Tinel's sign.

Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi

  •  Pressure test.

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti Carpal Tunnel Syndrome, tes ini menyokong diagnosa.

  •  Luthy's sign (bottle's sign).

Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

  •  Pemeriksaan sensibilitas.

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

  • Pemeriksaan fungsi otonom.

Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa Carpal Tunnel Syndrome

 
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari Carpal Tunnel Syndrome.
 Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya Carpal Tunnel Syndrome harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan Carpal Tunnel Syndrome kembali. Pada keadaan di mana Carpal Tunnel Syndrome terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Carpal Tunnel Syndrome atau mencegah kekambuhannya antara lain :
a.     Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
b.   Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari  untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
c.     Batasi gerakan tangan yang repetitif.
d.     Istirahatkan tangan secara periodik.
e.     Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.
f.       Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya Carpal Tunnel Syndrome seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.



Post Traumatic Amnesia

PTA (Post Traumatic Amnesia) adalah salah satu gangguan memori yang biasanya disebabkan oleh pasca trauma kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau sedang pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang mengganggu pekerjaan atau aktifitas sosial. Posttraumatic amnesia dipertimbangkan sebagai suatu marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis, dan sebagai suatu prediktor outcome yang berguna. Russel dan Smith telah membuat suatu taksonomi keparahan trauma kapitis berdasarkan PTA sebagai berikut: trauma kapitis ringan jika PTA kurang dari 1 jam; trauma kapitis sedang jika PTA antara 1 dan 24 jam; trauma kapitis berat jika PTA 1 dan 7 hari; dan trauma kapitis sangat berat jika PTA lebih dari 7 hari. Levin dkk telah menemukan bahwa PTA yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari good recovery, sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari adalah prediktif untuk disabilitas sedang sampai berat.
Masyarakat sendiri belum sadar akan hal ini dan karena itu merupakan tugas para medis untuk melakukan pemberian materi kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengerti tentang PTA.

Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut tertuang dalam fungsi sensorik, luhur, dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologik elementer, misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks dari ke tiga fungsi di atas. Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kortikal luhur adalah fungsi-fungsi :
1.             Bahasa
2.             Persepsi
3.             Memori
4.             Emosi
5.             Kognitif
Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Ke dua fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka penulis ingin menguraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan memori pada kelainan otak. Kelainan otak disini dibatasi pada penyakit-penyakit yang frekuen, yaitu gangguan peredaran darah di otak (Cerebro-Vascular Disorder) dan trauma kapitis.
Pada keadaan akut trauma kapitis, maka gangguan memori mempunyai peranan penting. Amnesia post- trauma kapitis dapat meliputi kejadian sebelum trauma (retrograd amnesia) atausetelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya amnesia tersebut dapat dipakai sebagai patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Umumnya amnesia ini meliputi gangguan short-term memory saja. Apabila ternyata long-term memory juga terkena maka ini menandakan adanya kelainan otak yang difus, berat dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Juga disini perlu dicatat bahwa pasien umumnya hanya terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi-fungsi lain.


1. TRAUMA KAPITIS

Definisi

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.



Klasifikasi Trauma Kapitis

Berdasarkan ATLS (Advanced Trauma Life Support) (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.

1.      Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2.      Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan
 
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu :

Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury


Ringan

Kehilangan kesadaran < 20 menit
Amnesia post traumatik < 24 jam
GCS = 13 – 15

Sedang

Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36 jam
Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari
GCS = 9 - 12


Berat


Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatik > 7 hari
GCS = 3 – 8







 
2. AMNESIA

Memori adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan kembali. Gangguan immediate memory mudah dikenali dengan menyuruh pasien mengulangi 6 digit yang kita sebutkan. Gangguan short-term memory dapat dikenali karena pasien tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. Ia tidak dapat menceritakan kejadian pada hari itu. Sedangkan long-term memory terganggu bila pasien tidak lagi mengenali riwayathidupnya.

Umumnya amnesia yang terjadi adalah gangguan short-term memory. Pada kelainan lobus temporalis kiri menyebabkangangguan memori verbal (tidak ingat apa yang disebutkan) sedangkan lobus temporalis kanan menyebabkan memori visual (apa yang diperlihatkan). Gangguan memori ini merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat,yaitu:

1.      Amnesia

Ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di otak, misalnya; pada kontusio serebri. Namun dapat juga disebabkan faktorpsikologis misalnya pada gangguan stres pasca trauma individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis.

Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi:

a.             Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya; seorang pengendara motor yang mengalami kecelakaan, tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.

b.            Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori terhadappengalaman/informasi sebelum titik waktu kejadian. Misalnya, seorang gadis yang terjatuh dari atap dan mengalami trauma kepala, tidak mampu mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut.

 
POST TRAUMATIC AMNESIA

1.      Definisi dan Deskripsi

Dalam istilah neuropsikologi kognitif, PTA adalah suatu gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial yang spesifik. Akan tetapi, fase penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga dikarakteristikkan oleh gangguan atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari mulai letargi sampai dengan agitasi.

Posttraumatic Amnesia adalah suatu gangguan mental yangdikarakteristikkan oleh disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman dan staf medis.

2.      Patofisiologi

Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding dengan diencephalic.

Memori dan new learning dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal formation (gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent midline nuclei of thalamus. Sebagai tambahan, lesi pada lobus frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behavior, termasuk iritabilitas, aggresiveness, dan hilangnya inhibisi dan judgment. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus frontalis kanan pada atensi.

Trauma kapitis dapat bersifat primer maupun sekunder. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak. Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera otak traumatik adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap otak segera setelah trauma kapitis. Concussion mengakibatkan tekanan shearing yang singkat dan penyembuhan komplet. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson pun menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran lebih panjang dan penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya adalah koma yang diikuti dengan PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan trauma kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA. Sedangkan suatu contusion adalah suatu trauma yang lebih luas terhadap otak dimana robekan jaringan yang memperlihatkan tekanan shearing dengan gangguan akson yang disebabkan oleh axonal shearing dan injury terhadap otak dengan dampak ke permukaan tulang : bagian medial, ujung dan dasar lobus frontalis dan bagian anterior dari lobus temporalis paling sering terlibat. Area yang rusak adalah berbentuk kerucut dengan dasar pada permukaan otak, terutama mengenai lapisan pertama dari korteks.

3.      Klasifikasi

Posttraumatic amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif. Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori anterograde merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran.

4.      Intrumen Pemeriksaan

·         Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG)

Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang, TOAG adalah yang paling banyak digunakan. Penilaian ini pendek dan mudah digunakan. Penilaiannya terdiri dari sejumlah poin yang ditambahkan ketika menjawab dengan benar atau jumlah kesalahan. Skor yang mendekati angka 100, berarti fungsi masih terjaga. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari, meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik untuk menggambarkan perjalanan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai orientasi total tercapai. Pengarang dari test ini percaya bahwa tes ini sesuai bagiseorang pasien untuk memulai pemeriksaan kognitif ketika skor 75 atau lebih dicapai pada tes ini yang mengindikasikan pasien tidak konfusion dan disorientasi lagi. Akan tetapi validitas dan reabilitas TOAG dan statusnya sebagai ”gold standard” dalam penilaian PTA masih suatu subjek yang diperdebatkan.

5.      Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PTA (Post-Traumatik Amnesia) dengan menggunakan motode berikut yang telah kami kutip dari salah satu jurnal yang bertujuan untuk memunculkan kembali ingatan yang hilang.

  • ·     Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)

Pasien di minta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk menggambarkan ketiga gambar itu. Berikut ini intruksinya :

...The examiner'sinstructions were, "I will show you some pictures and I want you to please remember them. I will ask you tomorrow to recall them."...

Jika pasien tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya. Dengan di berikan perintah sebagai berikut :

...The subject was then instructed to, "Please remember the pictures because you will be asked to remember them tomorrow."

  • ·      Word Recall Task (WRT)


Pasien diminta untuk mengingat dan menghapalkan tiga kata setelah diberikan pengarahan. Berikut ini instruksinya :

..Instructions were, "I will say three words and would like you to remember them." The subject was then asked to repeat the words...

Jika pasien tidak dapat mengulangnnya maka pemeriksaan kan membantu mengingatnya sampai bisa.