Fobia (Kecemasan)


Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas. rasa cemas ini biasanya terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal misalkan, orang merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika sebelum ujian berlangsung, dan masih banyak lagi.
Kecemasan yang dimiliki seseorang seperti diatas adalah normal dan bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh manusia akan tetapi kecemasan berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya.
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut. salah satunya terganggunya fungsi sosial dalam diri individu.
Di tahun 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia. Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi. Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah diprediksi.  
FOBIA (KECEMASAN)
1.         Definisi
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan yang disebabkan oleh benda, binatang ataupun peristiwa tertentu. sifatnya biasanya tidak rasional, dan timbul akibat peristiwa traumatik yang pernah dialami individu. Fobia juga merupakan penolakan berdasar ketakutan terhadap benda atau situasi yang dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu tidak ada dasarnya ( DSM IV ).

2.        Klasifikasi Fobia
Agorafobia
a.    Definisi
Agorafobia adalah ketakutan berada sendirian di tempat- tempat publik, keramaian atau tempat terbuka. Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. Penderita menyadari bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena itu mereka sadar bahwa mereka memiliki masalah ( DSM IV ).

b.   Klasifikasi agorafobia
1.        Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik
2.        Agorafobia dengan riwayat gangguan panik

c.       Etiologi
a.        Faktor Genetika
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik dan agorafobia. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik dan agorafobia sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik dan agorafobia dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot beresiko tinggi terkena gangguan panik maupun agorafobia daripada kembar dizigotik. ( Kaplan – Sadock )

b.        Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis. ( Kaplan – Sadock )

d.      Kriteria diagnosis
·      Kriteria untuk agorafobia menurut DSM IV :
e.    Kecemasan berada didalam suatu tempat atau situasi darimana kemungkinan sulit meloloskan diri ( atau merasa malu ) atau dimana mungkin tidak terdapat pertolongan jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobia biasanya mengenai kumpulan situasi karekteristik seperti diluar rumah sendirian, berada ditempat ramai atau berdiri disebuah barisan, berada diatas jembatan atau bepergian dengan bus, kereta, mobil.

f.     Situasi dihindari ( misalnya, jarang bepergian ) atau jika dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan panik sehingga perlu didampingi teman.

·      Kriteria gangguan panik DSM IV :
a.    Sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan ( atau lebih ) berikut ini :
1)        kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
2)        ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya ( misalnya kehilangan kendali, menderita serangan jantung, menjadi gila ).
3)        perubahan prilaku bermakna berhubungan dengan serangan
b.    Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
c.    Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat ( misalnya, Obat yang disalahgunakan, medik ) atau suatu kondisi medik umum ( misalnya, hipertiroid ).

Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:
1.         Palpitasi
2.         Berkeringat
3.         Gemetar
4.         Sesak napas
5.         Perasaan tercekik
6.         Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7.         Mual dan gangguan perut
8.         Pusing, bergoyang. melayang. atau pingsan
9.         Derealisasi atau depersonalisasi
10.      Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11.      Rasa takut mati
12.      Parastesi atau mati rasa
13.      Menggigil atau perasaan panas.

g.      Penatalaksanaan
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain itu, Psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas.


Ø Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat anti-depresi dan anti-cemas :
-       Golongan Trisiklik ( Misalnya clomipramine dan imipramin)
Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Klomipramin : Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari.
          Imipramin : Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.
-       Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin).
-       Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs ( Misalnya fluoksetin, sertralin, citalopram, dll). Digunakan terutama pada pasien gangguan panic yang disertai dengan depresi. SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu menyebabkan ketergantungan fisik.
-       Benzodiazepin. Bekerja lebih cepat daripada anti-depresi, tetapi bisa menyebabkan ketergantungan fisik dan menimbulkan beberapa efek samping (Misalnya rasa mengantuk. gangguan koordinasi dan perlambatan waktu reaksi). ( DSM IV )

Ø Terapi Kognitif dan Perilaku
Adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik maupun agorafobia. Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panik adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan panic. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panic, kiamat atau kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa serangan panik jika terjadi tidak mengancam kehidupan.
Penerapan relaksasi, sebagai contoh, latihan relaksasi Herbert Benson untuk memasukkan rasa pengendalian pada pasien tentang tingkat kecemasan dan relaksasinya. Penggunaan teknik yang dibakukan untuk relaksasi otot dan membayangkan situasi yang menimbulkan relaksasi, pasien belajar teknik yang dapat membantu mereka melewati serangan panik.
Latihan pernapasan, karena hiperventilasi yang bersamaan dengan serangan panik kemungkinan disertai dengan beberapa gejala, seperti rasa pening, satu pendekatan langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien bagaimana mengendalikan dorongannya untuk melakukan hiperventilasi.
Terapi keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia mungkin menjadi terganggu selama perjalanan serangan panik, sehingga keluarga perlu untuk diarahkan agar bisa menerima keadaan pasien.

Fobia sosial
a.        Definisi
Fobia sosial, adalah Gangguan jiwa yang ditandai dengan kecemasan dan ketakutan yang irasional terhadap obyek, situasi, atau aktivitas tertentu. Contohnya takut pada keramaian, tempat umum, atau berinteraksi dengan orang lain dapat berupa perasaan takut tampil di depan umum seperti pidato / presentasi, takut makan di depan orang lain, takut dikritik. Hal-hal seperti yang dapat membuat hidup seseorang menjadi takut untuk menjalani hidup. Salah-salah kalau seseorang tersebut tidak kuat, Ia akan melakukan sesuatu yang dapat melukai dirinya.

b.        Etiologi
Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun demikian, penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkannya, antara lain:
a)   Teori psikoanalisa
Menurut Freud, fobia sosial atau hysteriaansietes merupakan manifestasi dari konflik Oedipal yang tidak terselesaikan. Selain adanya dorongan seksual yang kuat untuk melakukan incest, terdapat pula rasa takut terhadap kastrasi. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dan ansietas. Akibatnya, ego berusaha menggunakan mekanismepertahanan represi yaitu membuang jauh dari kesadaran. Tatkala represi tidak lagi berhasil, ego berusaha mencari mekanisme pertahanan tarnbahan. Mekanisme pertahanan tambahan adalah displacement. Konflik seksual ditransfer dari orang yang mencetuskan konflik kepada sesuatu yang sepertinya tidak penting atau objek yang tidak relevan atau situasi yang sekarang mempunyai kekuatan untuk membangkitkan ansietas. Situasi atau obyek yang dipilih atau disimbolkan biasanya berhubungan langsung dengan sumber konflik. Dengan Menghindari objek tersebut pasien dapat lari dari penderitaan ansietas yang serius.

b)   Teori genetic
Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah memperlihatkan silsilah pertama dari proband dengan fobia sosial tiga kali beresiko mendapat sosial fobia dibanding kontrol. Namun, gen spesifik belum pernah diisolasi. Perangai anak yang selalu dilarang telah dihubung-hubungkan dengan perkembangan fobia sosial dimasa dewasa.

c)   Teori Neurotransmiter
·      Mekanisme Dopaminergik
Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan gangguan pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada penderita fobia sosial lebih rendah bila dibandingkan dangan penderita panik atau kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan pemberian monoamine oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja dopamine terganggu pada fobia sosial.
Kadar dopamin prefrontal diduga sebagai penyebab utama ekspresi anksietas. Enzim catechol-o-methyltranferase (COMT) berfungsi mengkatalisir degradasi dopamin. Polimorfisme gen COMT menyebabkan substitusi metionin ke valine. Peningkatan aktivitas allele valine dapat meningkatkan metabolisme dopamin dan meningkatkan risiko anksietas fobik. Oleh karena itu, polimorfisme COMT dikaitkan dengan terjadinya anksietas fobik. Perbaikan klinis setelah pemberian obat golongan monoamine oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa terjadi defisiensi dopamin pada fobia sosial. Selain itu, pemberian MAOI juga lebih efektif bila dibandingkan dengan trisiklik. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa dopamin berperan pada fobia sosial. Dengan single photon emission computed tomography (SPECT) terlihat penurunan densitas dopamin di striatum. Pemeriksaan dengan magnetic resonance spectroscopy menunjukkan adanya penurunan aktivitas energi seluler, neuronal, dan fungsi membran di daerah ganglia basalis. Terdapat pula pengurangan ukuran putamen pada penderita fobia sosial (dilihat dengan magnetic resonance imaging). Kedua regio ini kaya dengan dopamin.

·      Mekanisme Serotonergik
Pelepasan serotonin dapat berefek anksiogenik atau anksiolitik. Hal ini sangat bergantung dari regio dan subtipe reseptor yang diaktivasi. Sebagian besar efek anksiogenik dimediasi oleh serotonin 2A(5-HT2A) sedangkan anksiolitik oleh stimulasi 5HT1A. Tikus percobaan yang dirusak reseptor 5HT1A nya memperlihatkan perilaku mirip anksietas (anxiety-like behaviors). Tidak terlihat adanya perbedaan respons prolaktin terhadap fenfluramin antara pasien dengan fobia sosial dengan control.
Pemberian fenilfluramin pada panderita fobia sosial menyebabkan peningkatan kortisol sehingga diperkirakan adanya disregulasi serotonin. Walaupun demikian, pada pemberian methchlorphenylpiperazine (MCPP), suatu serotonin agonis, tidak ditemukan adanya perbedaan respons prolaktin antara pendarita fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu pula, pengukuran ikatan platelet (3H)paroxetine, suatu petanda untuk mangetahui aktivitas serotonin; tidak terlihat adanya perbedaan antara fobia sosial dengan gangguan panik atau kontrol normal
·      Mekanisme Noradrenergik
Penderita fobia sosial sangat sensitif terhadap perubahan kadar epinefrin sehingga dengan cepat terjadi peningkatan denyut jantung, berkeringat dan tremor. Pada orang normal, gejala fisik yang timbul akibat peningkatan epinefrin mereda atau menghilang dengan cepat. Sebaliknya pada penderita fobia sosial tidak terdapat penurunan gejala. Bangkitan gejala fisik yang meningkat semakin mengganggu penampilan di depan umum. Pengalaman ini juga membangkitkan kecamasan pada penampilan berikutnya sehingga mengakibatkan orang tidak berani tampil dan menghindari panampilan selanjutnya.

d)  Amygdalas yang Hipersensitif
Bagian otak yang disebut amygdalas ini masing-masing besarnya hanya seperti bagian terkecil dari kelingking kita, dan keduanya selalu “bersiaga” untuk tugas-tugas pengamanan. Kurang lebih bentuknya seperti kacang almond, dan terdapat masing-masing satu di tiap sisi otak, pada cuping temporal—disebut demikian karena terletak di belakang temple (pelipis) kita. Tugas utama dari amygdalas adalah untuk menangkap tanda kemungkinan adanya ancaman.
Amygdalas kita in bisa saja mengalami malfungsi, yaitu dengan mendeteksi adanya bahaya padahal sebenarnya tidak ada, atau bereaksi seolah kita menghadapi bahaya besar meski sebenarnya hanya ancaman kecil. Dengan Ketika itu terjadi, amygdalas akan mengirim “alarm palsu” pada bagian-bagian otak yang kemudian menggerakkan kita untuk melindungi diri; dan respon yang sering kita lakukan antara lain melarikan diri, terpaku, bersembunyi, dan melawan. Dalam fobia sosial, “alarm palsu” mungkin saja dipicu dengan adanya kehadiran sosok atau suara orang lain. Yang lebih parah lagi, “alaram palsu” itu bisa saja terjadi karena kita mengingat atau berimajinasi bahwa kita berhadapan langsung dengan orang itu atau bahkan hanya karena kita berpikir bahwa kita ada dalam pikiran orang lain.

    1. Gambaran Klinik –Kriteria Diagnosis

1.    Gambaran Klinik
a.   Gejala fobia sosial dapat berupa:
·      Takut berbicara di depan umum
·      Takut makan di restoran
·      Takut menulis di depan umum
·      Takut berbicara dengan orang asing atau orang yang baru dikenal
·      Takut bergabung dengan kelompok sosial
·      Takut berhadapan dengan orang yang memiliki otoritas (kekuasaan, jabatan, pengaruh, dan lain-lain)
b.   Fobia sosial biasanya disertai dengan:
·      Harga diri yang rendah
·      Takut dikritik
c.    Keluhan yang umum dirasakan penderita bila berhadapan dengan kelompok sosial atau orang banyak:
·      Rasa malu (wajah memerah)
·      Tangan gemetar
·      Berkeringat
·      Rasa mual, rasa tidak menyenangkan pada perut
·      Sulit berbicara atau melakukan kontak mata dengan audience atau orang lain.
·      Ingin buang air kecil
·      Cenderung menghindari keramaian atau kerumunan
·      Pada keadaan yang ekstrim dapat terjadi isolasi sosial total.
Perlu diketahui, penderita menyadari bahwa kecemasannya sangatlah berlebihan dan tidak masuk akal.

2.    Menurut DSM-IV
·      Kriteria A
Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau tampil didepan orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.
·      Kriteria B
Apabila pasien terpapar dengan situasi sosial, hampir selalu timbul kecemasan atau bahkan mungkin serangan panik.
·      Kriteria C
Pasien menyadari bahwa ketakutannya sangat berlebihan dan tidak masuk akal. Ketakutan tersebut tidak merupakan waham atau paranoid.
·      Kriteria D
Pasien menghindar dari situasi sosial atau menghindar untuk tampil di depan umum atau pasien tetap bertahan pada situasi sosial tersebut tetapi dengan perasaan sangat cemas atau sangat menderita.
·      Kriteria E
Penghindaran dan kecemasan atau penderitaan akibat ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil di depan umum tersebut mempengaruhi kehidupan pasien secara bermakna atau mempengaruhi fungsi pekerjaan, aktivitas dan hubungan sosial atau secara subjektif pasien merasa sangat menderita.
·      Kriteria F
Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
·      Kriteria G
Ketakutan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat atau kondisi medik umum atau gangguan mental lain (gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, gangaguan dismorfik, gangguan perkembangan prevasif, atau dengan gangguan kepribadian skizoid).
·      Kriteria H
Bila terdapat kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan pada kriteria A tidak berhubungan dengannya (gagap, Parkinson, atau gangguan perilaku makan seperti bulimia atau anoreksia nervosa) Kriteria A merupakan kunci gejala fobia sosial. Hal yang penting pada kriteria ini yaitu adanya situasi yang dapat membangkitkan fobia yaitu situasi yang dinilai atau diamati oleh orang lain dan juga ketakutan akan memperlihatkan kecemasan atau bertingkah dengan cara yang memalukan.

3.    Sedangkan berdasarkan PPDGJ III diagnosis fobia sosial ditegakkan bardasarkan yaitu Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
·      Gejala psikologis, perilaku atau otonomilk yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejalagejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
·      Anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the family circle); dan
·      Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupaken gejala yang menonjol.
Bila terlalu sulit untuk membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya diutamakan diagnosa agorafobia.

    1. Penatalaksanaan

Suatu kombinasi pharmacotherapy dan psikoterapi pada umumnya diberikan untuk para orang dengan fobia sosial. Gabungan psikofarmaka dengan psikoterapi lebih baik bila dibandingkan dengan obat atau psikoterapi saja. Saat ini ada tiga jenis psikofarmaka yang dapat digunakan pada fobia sosial yaitu: Monoamine Oxidase Inhibitors, Antidepresan SSRI dan Benzodiazepine
a)   Farmakoterapi
·      Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS): SSRIS dengan cepat menjadi first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine menerima pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun (FDA) untuk indikasi ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIS juga mungkin efektif.
Golongan SSRI seperti citalopram, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, menjadi pilihan alternatif untuk fobia sosial; sebagian klinikus menyatakan bahwa SSRI merupakan obat pilihan pertama. Karena pasien fobia sosial tidak memperlihatkan supersensitivitas terhadap obat, seperti yang terlihat pada gangguan panik, dosis SSRI dapat dimulai seperti dosis untuk antidepresan dan dititrasi berdasarkan respons klinik. Berikut beberapa SSRI yang dapat digunakan untuk fobia sosial
·      Monoamin Oxidase Inhibitors ( Misalnya fenelzin).
·      Benzodiazepine
Benzodiazepine, seperti alprazolam dan clonazepam juga efektif untuk fobia sosial. Efek samping benzodiazepin lebih ringan, mula kerjanya cepat tetapi responsnya kurang dan jika obat dihentikan kekambuhan cepat terjadi. Pada gangguan panik, pada dosis terapeutik toleransi jarang terjadi. Dosis awal dan terapeutik benzodiazepin untuk fobia sosial sama dengan untuk gangguan panik.
·      Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic terhadap tanggapan dengan fobi sosial. Pencegahan gejala seperti gemetaran peningkatan detak jantung mendorong kearah sukses didalam menghadapi situasi sosial.
b)   Psikoterapi
·      Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin bermanfaat terhadap fobi sosial. Teknik ini melibatkan secara berangsur-angsur pasien untuk berada situasi pada situasi yang secara normal menyebabkan kecemasan. Dengan penguasaan situasi tanpa kecemasan , pasien secepatnya mampu mentolelir situasi yang yang sebelumnya membuat cemas.
·      Kognitif
Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah membuktikan bermanfaat fobi sosial. Individu dengan fobi sosial sering mempunyai penyimpangan kognitif penting berhubungan dengan orang lain.

Fobia Khas ( Terisolasi )
a.      Definisi
Merupakan ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia), atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus, ulat, dan lain-lain. Orang akan mengalami tingkat ketakutan dan reaksi fisiologis tertinggi jika bertemu dengan objek fobia itu sendiri yang menimbulkan dorongan untuk menghindar atau lari dari situasi atau menghindari stimulus yang ditakutkan.

b.      Etiologi
Dalam teori stimulus-respons klasik, stimulus yang dibiasakan secara bertahap kehilangan potensinya untuk membangkitkan suatu respons jika tidak diperkuat oleh pengulangan periodik stimulus yang tidak dibiasakan. Pada gejala fobik yaitu stimulus yang dibiasakan tidak terjadi, gejala mungkin berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya pendorong eksternal yang terlihat. Teori pembiasaan pelaku (operasi conditioning theory) memberikan suatu dorongan yang memotivasi organisme untuk melakukan apa yang memotivasi  organisme untuk melakukan apa yang dapat menghilangkan pengaruh yang menyakitkan. Dalam perjalanan perilaku acaknya, organisme abelajar bahwa tindakan tertentu memungkinkan mereka menghaindari stimulus yang menyebabkan kecemasan. Pola penghindaran tersebut tetapi stabil untuk menekankan aktivitas. Model tersebut mudah diterapkan pada fobia dimana penghindaran objek atau situasi yang meniambulkan kecemasan memainkan peranan inti. Perilaku penghindaran tersebut menjadi terfiksasi sebagai gejala yang stabil karena efektivitasnya dalam melindungi seseorang dari kecemasan fobik
Faktor psikoanalitik. Sigmund Freud mengajukan suatu rumusan neurosis fobik yang tetap merupakan penjelasan analitik tentang fobia spesifik. Freud menghipotesiskan bahwa fungsi utama kecemasan adalah sebagai memberi sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan bawah sadar yang dilarang mendorong untuka mendapatkan ekspresi sadar, jadi mengubah ego untuk memperkuat dan menyusun pertahannya melawan dorongan instinktual yang mengancam. Freud memandang fobia-histeria kecemasan seperti yang terus disebutnya demikian sebagai akibat dari konflik yang berpusat pada situasi oedipal masa anak-anak yang tidak terpecahkan. Karena dorongan seks terus memiliki warna-sumbang yang kuat pada masa dewasa, kebangkitan seksual cenderung menyalakan suatu kecemasan yang karakteristiknya adalah ketakutan kastrasi. Jika represi gagal, ego harus memanggil pertahanan tambahan. Pada pasien fobik pertahanan yang terlibat terutama menggunakan pengalihan yaitu konflik seksual dialihkan dari orang yang menimbulkan konflik kepada objek atau situasi yang tampaknya tidak relevan dan tidak penting, yang selanjutnya memiliki kekuatan untuk membangkitkan kumpulan afek, termasuk sinyal kecemasan. Objek atau situasifobik maungkin memiliki hubungan asosiatif langsung dengan sumber utama konflik dan dengan demikian, menyimbolnya (mekanisme pertahanan simbolisasi). Selanjutnya situasi atau objek biasanya adalah suatu yang mampu dijauhi oleh seseorang dengan mekanisme pertahanan penghindaran tambahan tersebut, orang dapat lolos dari kecemasan yang serius. Freud pertama kali membicarakan rumusan teoritik tentang pembentukan fobia dalam riwayat kasusnya yang terkenal tentang little Hans, seorang anak berusia 5 tahun yang memiliki ketakutan terhadap kuda.
Fobia menggambarkan interaksi antar diatesis genetika-konsatitusional dan stresor lingkungan. Penelitian longitudinala menyatakan bahwa anak-anak tertentu memiliki predisposisi konstitusional terhadap fobia karena mereka lahir dengan temperamen tertentu yang diakenal sebagai inhibisi prilaku terhadap yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the unfamiliar). Tetapi suatu bentuk stres lingkungana kronis harus bekerjaa pada disposisi temperamental tersebut untuk menciptakan fobia yang lengkap. Stresor dari orangtua, kritik atau penghinaan oleh saudara kandung yang lebih tua, dan kekerasan dai rumah tangga mungkin mengaktivasi diatesis lateu di dalam anak-anak,s ehingga anak menjadi simptomatik.
Perkembangan fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan objek atau situasi tertentu dengan emosi ketakutan dan panik. Berbagai  mekanisme untuk pemasangan tersebut telah didalilkan. Pada umumnya, suatu kecenderungan tidak spesifik untuk mengalami kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup) jika suatu peristiwa spesifik (sebagai contoh, mengemudi) dipasangkan dengan pengalaman emosional (sebagai contoh, kecelakaan) aorang adalah rentan terhadap asosiasi emosional permanen antara mengemudikan kendaraan dan ketakutan atau kecemasan. Pengalaman emosional sendiri dapat responsif terhadap kejadian internal, paling sering adalah serangan panik. Walaupun seseorang mungkin tidak pernah mengalami serangan panik lagi dan mungkin tidak memenuhi kariteriaa diagnostik untuk gangguan panik, orang tersebut amungkin memiliki ketakutan umum untuk mengemudikan dan bukan suatu ketakutan umum aauntuk mengemudikan dan buka suatu ketakutan mengalami serangan yang diekspresikan saat mengalami serangan yang diekspresikan saat mengemudikan. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan emosi fobik adalah modeling, dimana seseorang mengamati reaksi pada orang lain (sebagai contoh, orang tua) dan pengalihan informasi, dimana seseorang diajarkan atau diperiangatkan tentang bahaya objek tertentu (sebagai contoh ular berbisa).
Faktor genetika. Fobia spesifik cenderung berada di dalam keluarga. Tipe darah, injeksi, cedera cenderung memiliki kecenderungan keluarga yang tinggi. Apenelitiana telah melaporkan bahwa duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak saudara derajat pertama dengan faobia spesifik dari tipe yang sama. Tetapi, pemeriksaan kembar dan adopsi yang diperlukan belum dilakukan untuk menyingkirkan peranan bermakna transmisi nongenetik pada fobia spesifik.

 

Tidak ada komentar: